BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah kebidanan
terjemahan dari bahasa asing yakni dari Obstetric. Obstetric ialah obstro dari bahasa latin yang
artinya mendampingi. Kemudian kata asal obstro dipakai dalam berbagai bahasaobstetricius dalam bahasa Yunani, obstare dalam bahsa Perancis, obstetrie dalam bahasa Belanda,
danobstetric dalam bahasa
Inggris.
Perkembangan pelayanan dan pendidikan
kebidanan nasional maupun internasional terjadi begitu cepat. Hal ini
menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan hal
yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan khususnya
bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%.
Mengingat hal diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%.
Mengingat hal diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
2.1
Rumusan Masalah
Secara
rinci rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah
perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di dalam dan di luar negeri ?
2. Bagaimana sejarah
perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia ?
3. Bagaimana standar
pelayanan kebidanan di dalam negeri ?
4. Bagaimana sejarah
perkembangan standar pelayanan kebidanan di Amerika , Belanda dan Jepang ?
2.3 Tujuan
Mempelajari dan memahami sejarah perkembangan pelayanan dan
pendidikan kebidanan yang terjadi dalam lingkup nasional maupun internasional.
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.
Mendeskripsikan perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan
di dalam dan di luar negeri.
2.
Untuk mengetahui perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan
di Indonesia.
3.
Untuk mengetahui perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan
di Amerika , Belanda dan Jepang ?
2.4 Manfaat
Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini, yaitu:
1.
Agar peneliti bisa mengembangkannya kepada orang lain tentang
sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di dalam dan di luar
negeri, khususnya di Amerika , Belanda dan Jepang
2.
Agar pembaca mendapat ilmu lebih banyak mengenai sejarah
perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di dalam dan di luar negeri ,
khususnya di Amerika, Belanda, dan Jepang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan
Bidan Didalam Dan Diluar Negeri
Perkembangan pelayanan dan pendidikan
kebidanan nasional maupun internasional terjadi begitu cepat. Hal ini
menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan hal
yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan khususnya
bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan
dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada
wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin
yaitu sekitar 25-50%. Mengingat hal diatas, maka penting bagi bidan untuk
mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan
sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi
diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah
ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan berhak
atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan
serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang
penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter
yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung
jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan
kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
2.2
Sejarah Perkembangan Pelayanan Kebidanan Di Indonesia
A. Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung
jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan
kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan
bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
1.
Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya
atas tanggung jawab bidan.
2.
Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan
sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka
pemberian pelayanan kesehatan.
3.
Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung
jawab layanan oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang
lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan
dari penolong persalinan lainnya seperti rujukan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan
anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807
(zaman Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam
pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak
adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara.Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa.
Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara.Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa.
Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1.
Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2.
Family Planning.
3.
Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat
reproduksi
4.
Kesehatan reproduksi remaja.
5.
Kesehatan reproduksi pada orang tua.
2.3 Standar
Pelayanan Kebidanan Di Dalam Negeri
Keberadaan
bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu
dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada
tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan
ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun
1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan
jiwa ibu dan bayi baru lahir. Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari
negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa
kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu
agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar
Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di
Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkat masyarakat.
Dengan
adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih
baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila
dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan.
Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian
integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat
pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam
menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar
untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum
pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk
penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan
obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan. Maka, ketika audit terhadap
pelayanan kebidanan dilakukan, kekurangan yang berkaitan dengan hal-hal
tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara lebih
spesifik.
Adapun ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
Adapun ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
A. Standar Pelayanan Umum (2 standar)
Standar1
: Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Standar 2
: Pencatatan dan pelaporan
B. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
Standar 3
: Identifikasi Ibu Hamil
Standar 4
: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Standar 5
: Palpasi Abdominal
Standar 6
: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar 7
: Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar 8
: Persiapan Persalinan
C. Standar Pertolongan Persalinan (4 standar)
Standar 9
: Asuhan Persalinan Kala I
Standar
10 : Persalinan kala II yang Aman
Standar
11 : Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
Standar
12 : Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi
D. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
Standar
13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Standar
14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Persalinan
Standar
15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas
E. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri
- Neonatal (9 standar)
Standar 16 : Penanganan Perdarahan pada
Kehamilan trimester III
Standar
17 : Penanganan Kegawatan pada Eklamsia
Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus
Lama/MacetStandar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor
Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum
Primer
Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum
Sekunder
Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum
2.4 Perkembangan Standar
Pelayanan Kebidanan Di Luar Negeri
A. Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Negara
Amerika
Pada
pertengahan abad ke 17, sesuai dengan catatan informasi yang tercatat dalam
catatan dan piagam kota : bidan merupakan profesi penting dalam kehidupan
masyarakat kolonial dan di perlakukan dengan sangat hormat, dan mereka
disediakan rumah, tanah, makanan dan honor sebagai bayaran untuk pelayanan
mereka. Pada abad ke 19, para bidan
merintis menempuh perjalanan melewati dataran luas dengan mengendarai wagon
tertutup, mengikuti jalur Oregon dan Santa Fe. Sejarah Mormon mencatat peran
terhormat dan fungsi kepahlawanan bidan selama perjalanan mereka dari Illinois
ke Utah pada tahun 1864-1847.Pada tahun 1765 pendidikan formal untuk bidan
mulai dibuka.
Akhir
abad ke 18 banyak kalangan medis berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual
wanita tidak dapat belajar dan menerapkan metode obsetrik. Pendapat ini
digunakan untuk menjatuhkan profesi bidan sehingga bidan tidak mempunyai
pendukung, uang, tidak terorganisir dan dianggap tidak professional. Pada tahun 1770-1820 para
wanita di golongan atas dikota- kota besar melahirkan dengan ditolong oleh
“Bidan Pria” atau Dokter. Bidan hanya melayani persalinan wanita yang tidak
mampu membayar dokter. Pada masa itu juga terjadi perubahan persepsi dimana
kelahiran adalah masalah medis yang harus ditangani dokter. Hal
tersebut di perparah dengan pernyataan dari dokter Joseph de Lee yang
menyatakan bahwa kelahiran merupakan hal yang pathologis dan bidan bidan tidak
mempunyai peran di dalamnya, dan diberlakukan protap pertolongan persalinan di
AS yaitu: (1) diberikannya sedative pada awal inpartu, (2) membiarkan serviks
berdilatasi, (3) memberikan ether pada kala II, (4) melakukan episiotomy, (5)
melahirkan bayi dengan forcep ekstraksi, (6) memberikan uterustonika, serta (7)
menjahit episiotomy. Akibat dari protap tersebut, angka kematian ibu mencapai
600-700/ 100.000 keluarga.
Perkembangan
kesempatan untuk melakukan praktek klinik kebidanan berjalan lambat hingga
menjelang akhir tahun 1960-an. Namun sebelum tahun 1968 bidan mulai bekerja
pada program perawatan kebidanan Maternal Infant Care (MIC)di kota New
York untuk melakukan praktek maternalitas di klinik dalam masyarakat
yang masih memilikikaitan rumah sakit. Masa pencerahan untuk profesi bidan mulai
nampak sejak dipublikasikannya hasil penelitian terbaru dari badan pengawas
obat Amerika yang menyatakan bahwa ibu bersalin yang menerima anasthesi dalam
dosis tinggi telah melahirkan anak-anak yang mengalami kemunduran perkembangan
psikomotor. Pernyataan ini menyebabkan: (1) masyarakat mulai tertarik dengan
proses persalinan alamiah,(2) persalinan dilakukan di rumah, dan (3) peran
bidan mulai dominan dalam penanganan persalinan secara alamiah. Hingga pada tahun 1982 MANA
( Midwife Alliance of North Amerika) dibentuk untuk meningkatkan
komunikasi antar bidan serta membuat peraturan sebagai dasar kompetensi untuk
melindungi bidan.
B. Perkembangan kebidanan di Belanda
Seiring dengan meningkatnya perhatian
pemerintah Belanda terhadap kelahiran dan kematian, pemerintah mengambil
tindakan untuk masalah tersebut. Perempuan berhak memilih apakah ia mau
melahirkan di rumah atau rumah sakit, hidup atau mati. Belanda memiliki angka
kelahiran yang sangat tinggi, sedangkan kematian prenatal relative rendah.
Prof. Geerit Van Kloosterman pada
kenferensinya di Toronto tahun 1984, menyatakan bahwa setiap kehamilan adalah
normal, harus selalu dipantau dan mereka bebas memilih untuk tinggal
di rumah atau rumah sakit, di mana bidan yang sama akan memantau kehamiliannya.
Astrid Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan menjadi
seorang bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang
yang sakit, sedangkan bidan untuk kesehatan wanita. Tidak berbeda dengan ucapan
Maria De Broer yang mengatakan bahwa kebidanan tidak memiliki hubungan dengan
keperawatan, kebidanan adalah profesi mandiri.
Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki
prinsip, yakni sebagaimana member anastesi dan sedative pada pasien, begitulah
kita harus mengadakan pendekatan dan member dorongan pada ibu saat persalinan.
Jadi pada praktiknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan dan mendorong
ibu untuk menolong dirinya sendiri. Pada kasus rsisiko rendah dokter tidak ikut
menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post natal. Pada rsisiko menengah
mereka selalu member tugas tersebut pada bidan dan pada kasus risiko tinggi
dokter dan bidan saling bekerjasama. Bidan di Belanda 75% bekerja secara
mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mandiri dan aktif. Sehubunga
dengan dengan hal tersebut, bidan harus menjadi role model di masyarakat dan
harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal, sehingga apabila seorang
perempuan merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri
ke bidan/atau dianjurkan oleh keluarga, teman, atau siapapun.
Adapun Pelayanan - Pelayanan yang
Dilaksanakan oleh Belanda, yaitu :
1. Pelayanan Antenatal
Bidan menurut peraturan Belanda lebih berhak
praktek mandiri daripada perawat. Bidan mempunyai ijin resmi untuk praktek dan
menyediakan layanan kepada wanita dengan resiko rendah, meliputi antenatal,
intrapartum dan postnatal tanpa Ahli Kandungan yang menyertai mereka bekerja di
bawah Lembaga Audit Kesehatan. Bidan harus merujuk wanita denganresiko tinggi atau kasus patologi ke
Ahli Kebidanan untuk di rawat dengan baik. Untuk memperbaiki pelayanan
kebidanan dan ahli kebidanan dan untuk meningkatakan kerjasama antar bidan dan
ahli kebidanan dibentuklah dafatar indikasi oleh kelompok kecil yang
berhubungan dengan pelayanan maternal di Belanda.
2. Pelayanan Intrapartum
Pelayanan intrapartum dimulai dari waktu
bidan dipanggil sampai satu jam setelah lahirnya plasenta dan membrannya. Bidan
mempunyai kemampuan untuk melakukan episiotomi tapi tidak diijinkan menggunakan
alat kedokteran. Biasanya bidan menjahit luka perineum atau episiotomi, untuk
luka yang parah dirujuk ke Ahli Kebidanan. Syntometrin dan Ergometrin diberikan
jika ada indikasi. Kebanyakan Kala III dibiarkan sesuai fisiologinya. Analgesik
tidak digunakan dalam persalinan.
3. Pelayanan Postpartum
Di Kebidanan Belanda, pelayanan post natal
dimulai setelah.
Pada tahun 1988, persalinan di negara Belanda 80% telah ditolong oleh bidan, hanya 20% persalinan di RS. Pelayanan kebidanan dilakukan pada community – normal, bidan sudah mempunyai indefendensi yuang jelas. Kondisi kesehatan ibu dan anak pun semakin baik, bidan mempunyai tanggung jawab yakni melindungi dan memfasilitasi proses alami, menyeleksi kapan wanitya perlu intervensi, yang menghindari teknologi dan pertolongan dokter yang tidak penting.Pendidikan bidan digunakan sistem Direct Entry dengan lama pendidikan 3tahun.
Pada tahun 1988, persalinan di negara Belanda 80% telah ditolong oleh bidan, hanya 20% persalinan di RS. Pelayanan kebidanan dilakukan pada community – normal, bidan sudah mempunyai indefendensi yuang jelas. Kondisi kesehatan ibu dan anak pun semakin baik, bidan mempunyai tanggung jawab yakni melindungi dan memfasilitasi proses alami, menyeleksi kapan wanitya perlu intervensi, yang menghindari teknologi dan pertolongan dokter yang tidak penting.Pendidikan bidan digunakan sistem Direct Entry dengan lama pendidikan 3tahun.
C. Pelayanan kebidanan di Jepang
Jepang merupakan sebuah negara dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang maju serta kesehatan masyarakat yang
tinggi.Pelayanan kebidanan setelah perang dunia II, lebih lebih banyak
terkontaminasi oleh medikalisasi. Pelayana kepada masyarakat masih bersifat
hospitalisasi. Bidan berasal dari perawat jurusan kebidanan dan perawat
kesehatan masyarakat serta bidan hanya berperan sebagai asisten dokter.
Pertolongan persalinan lebih banyak dilakukan oleh dokter dan perawat.
Jepang melakukan peningkatan pelayanan dan
pendidikan bidan sert mulai menata dan merubah situasi. Pada tahun 1987 peran
bidan kembali dan tahun 1989 berorientasi pada siklus kehidupan wanita mulai
dari pubertas sampai klimaktelium serta kembali ke persalinannormal.
Bagi orang jepang melahirkan adalah suatu hal
yang kotor dan tidak diiinginkan maa banyak wanita yang akan melahirkan
diasingkan dan saat persalinan terjadi di tempat kotor gelap seperti gedung dan
gudang.
Dokumentasi relevan pertama tentang praktek
kebidanan adalah tentang pembantu-pembantu kelahiran (asisten) pada periode
Heian (794-1115).Dokumentasi hukum pertama tentang praktek kebidanan
ditwerbitkan pada tahun 1868. Dokumen ini resmi menjadi dasar untuk
peraturan-peraturan hukum utama untuk profesi medis Jepang. Tahhun 1899 izin
kerja kebidanan dikeluaran untuk memastikan profesional kualifikasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat diambil
kesimpulan yakni sejarah perkembangan di masing-masing negara jelas memiliki
perbedaan. Baik itu dalam perkembangan pelayanan, maupun pendidikan
kebidanannya.
Dengan demikian, uaraian-uraian di atas dapat
dijadikan pembanding dan dapat kita pilah mengenai hal positif dan negatif dari
perbedaan tersebut.
3.2 Saran
“Tiada gading yang tak retak”, itulah kalimat
yang dapat kami ucapkan. Karena itu kami dengan lapang dada menerima segala
kritik ataupun saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga materi ini dapat menambah wawasan kita
mengenai sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan bidan. Tidak hanya di
dalam negeri, tetapi juga di luar negeri
DAFTAR PUSTAKA
·
Estiwidani, Meilani, dkk.(2008). Konsep
Kebidanan. EGC. Yogyakarta
·
Soepardan, Dra. Hj. Suryani. (2007). Konsep
Kebidanan. EGC . Jakarta
·
Sofyan, Mustika,et all. (2004). 50
Tahun IBI Menyongsong Masa Depan Cetakan ke-III. PP IBI.
Jakarta
·
Asrinah, dkk. 2010. Konsep
Kebidanan. Yogyakarta : Graha Ilmu
·
http://mustikarazhmadhini.blogspot.com/2012/07/sejarah-pelayanan-kebidanan-di-luar.html
0 komentar:
Posting Komentar